Minggu, 05 Mei 2013

REVIEW JURNAL HUKUM PERIKATAN " ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN PADA KONTRAK JASA KONSTRUKSI "


Posting 1 Jurnal 2
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK (CONTRACTVRIJHEID BEGINSELEN) DAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN) PADA KONTRAK JASA KONSTRUKSI
Oleh : Bambang Poerdyatmono

ABSTRAKSI

Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi, para pihak diikat dalam suatu kontrak kerja konstruksi yang ditandatangani kedua belah pihak dan berfungsi sebagai hukum. Permasalahan yang sering dihadapi dan belum banyak dibahas, khususnya dibidang jasa konstruksi, sehingga memunculkan 2 (dua) pertanyaan : (1) Apakah kontrak kerja konstruksi tersebut telah memenuhi syarat-sayarat sahnya suatu kontrak dan tidak adanya pelangggaran azas
kebebasan berkontrak (contractvrijheid beginselen)? (2) Apakah sebelum penandatanganan  kontrak kerja konstruksi telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu kontrak kerja konstruksi dan tidak terjadi penyalahgunaan keadaan ( misbruik van omstandigheden ) ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, selain menggunakan sumber-sumber literatur, juga akan dipadukan dengan pengalaman lapangan sehingga diharapkan akan dapat dihimpun  masukan terhadap penyiapan sebuah kontrak kerja jasa konstruksi mulai dari konsep kontrak, sebelum kontrak ditandatangani, dilaksanakan, maupun akibat hukum yang terjadi manakala kontrak kerja jasa konstruksi tersebut diingkari ( wanprestas ) atau terjadi sengketa.
Kata kunci : Kontrak, Azas Kebebasan Berkontrak, Penyalahgunaan Keadaan, dan Jasa Konstruksi
1. PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang
Dalam melaksanakan pekerjaan profesi, seorang profesional teknik, sering dihadapkan pada kenyataan bahwa kontrak kerja jasa konstruksi yang ditandatangani mereka cukup membuat repot dan pada akhirnya merupakan “pekerjaan tambahan” yang kadangkala dapat menjebak profesional tersebut pada tuntutan hukum. Hal ini dapat dipahami, karena umumnya para profesional teknik tersebut belum banyak yang memiliki pengetahuan ilmu hukum yang cukup. Saat sekarang ini profesional teknik sudah saatnya perlu mempelajari ilmu hukum, karena sepanjang pekerjaan yang mereka lakukan tersebut manakala sudah diikat dengan sebuah kontrak kerja, maka hukumlah yang berlaku terhadapnya.
Hal-hal tersebut di atas amat disadari para profesional dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) salah satu profesi teknik di Surabaya, tanggal 27 November 2004 yang lalu khususnya dalam rangka sertifikasi nasional anggota-anggotanya. Selain itu, dengan berlakunya hukum yang mengikat profesi jasa konstruksi antara lain :
1. Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
3. PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
4. PP Nomor 30 Tahun 2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi;
5. UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (yang PP-nya masih digodok);
6. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah);
7. UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang IPTEK;
8. UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
9. Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (yang kemungkinan untuk tahun 2004 ini sedang dibahas/belum ditandatangani presiden);
10.Peraturan Menteri atau di bawahnya termasuk Peraturan Daerah (Perda) Setempat.
akan membuat para profesional teknik lebih berhati-hati di dalam melaksanakan pekerjaan profesinya, paling tidak bertanya kepada ahlinya, agar kemungkinan-kemungkinan yang tidak
diinginkan tidak terjadi.
1.2. Permasalahan
Kebutuhan akan pengetahuan ilmu hukum bagi para profesional teknik amat diperlukan dalam menunjang pekerjaan profesi masing-masing, di samping karena kebutuhan tuntutan, juga untuk mengantisipasi kemungkinan resiko hukum yang terjadi mengingat semakin globalnya pengetahuan dan permasalahan dalam masyarakat. Ciri masyarakat modern antara lain adalah kecenderungan terhadap pelayanan jasa secara praktis, cepat, efisien dan efektif. Untuk mewujudkan hal ini, pelayanan kontrak yang sifatnya standar (baku) atau standaarcontract telah dilakukan beberapa pelaku bisnis jasa konstruksi. Sebagai contoh pada proyek pemerintah, sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah Provinsi Dati I Jawa Timur, menerbitkan standar kontrak di lingkungan pekerjaan keciptakaryaan yang isinya cukup lengkap yang kini cenderung banyak yang diubah dan dikurangi oleh instansi di bawahnya sehingga justru menjadi tidak jelas, sebagai akibat otonomi daerah dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulisan ini bertujuan untuk mengadakan studi tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Membahas permasalahan kontrak kerja khususnya kontrak kerja jasa konstruksi terhadap pelanggaran terhadap azas kebebasan berkontrak para pihak.
2. Membahas permasalahan kontrak kerja khususnya kontrak kerja jasa konstruksi terhadap
adanya penyalahgunaan keadaan ( misbruik van omstandigheden ) oleh para pihak dengan
permasalahan yang sering terjadi dalam praktek ( lapangan ).
1.4. Pembatasan Masalah
Penulisan ini hanya dibatasi pada kontrak kerja jasa konstruksi dalam negeri, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 18 Tahun 1999 jo PP Nomor 29 Tahun 2000, baik antara pemerintah/swasta sebagai pihak pertama (pengguna jasa) dengan konsultan atau kontraktor sebagai pihak kedua (penyedia jasa).

Nama  : ANGGITA PRIHARTINI
NPM    : 20211901
Kelas   : 2EB08
Sumber : www.kppu.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar