Posting 1 Jurnal 2
ASAS KEBEBASAN
BERKONTRAK (CONTRACTVRIJHEID BEGINSELEN) DAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK
VAN OMSTANDIGHEDEN) PADA KONTRAK JASA KONSTRUKSI
Oleh
: Bambang Poerdyatmono
ABSTRAKSI
Dalam
melaksanakan pekerjaan konstruksi, para pihak diikat dalam suatu kontrak kerja konstruksi
yang ditandatangani kedua belah pihak dan berfungsi sebagai hukum. Permasalahan
yang sering dihadapi dan belum banyak dibahas, khususnya dibidang jasa
konstruksi, sehingga memunculkan 2 (dua) pertanyaan : (1) Apakah kontrak kerja
konstruksi tersebut telah memenuhi syarat-sayarat sahnya suatu kontrak dan
tidak adanya pelangggaran azas
kebebasan
berkontrak (contractvrijheid beginselen)? (2) Apakah sebelum
penandatanganan kontrak kerja konstruksi
telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu kontrak kerja konstruksi dan tidak
terjadi penyalahgunaan keadaan ( misbruik van omstandigheden ) ?
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, selain menggunakan sumber-sumber
literatur, juga akan dipadukan dengan pengalaman lapangan sehingga diharapkan
akan dapat dihimpun masukan terhadap
penyiapan sebuah kontrak kerja jasa konstruksi mulai dari konsep kontrak, sebelum
kontrak ditandatangani, dilaksanakan, maupun akibat hukum yang terjadi manakala
kontrak kerja jasa konstruksi tersebut diingkari ( wanprestas ) atau
terjadi sengketa.
Kata
kunci : Kontrak, Azas Kebebasan Berkontrak, Penyalahgunaan Keadaan, dan Jasa Konstruksi
1.
PENDAHULUAN
1.2.
Latar Belakang
Dalam
melaksanakan pekerjaan profesi, seorang profesional teknik, sering dihadapkan pada
kenyataan bahwa kontrak kerja jasa konstruksi yang ditandatangani mereka cukup membuat
repot dan pada akhirnya merupakan “pekerjaan tambahan” yang kadangkala dapat menjebak
profesional tersebut pada tuntutan hukum. Hal ini dapat dipahami, karena
umumnya para profesional teknik tersebut belum banyak yang memiliki pengetahuan
ilmu hukum yang cukup. Saat sekarang ini profesional teknik sudah saatnya perlu
mempelajari ilmu hukum, karena sepanjang pekerjaan yang mereka lakukan tersebut
manakala sudah diikat dengan sebuah kontrak kerja, maka hukumlah yang berlaku
terhadapnya.
Hal-hal
tersebut di atas amat disadari para profesional dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda)
salah satu profesi teknik di Surabaya, tanggal 27 November 2004 yang lalu khususnya
dalam rangka sertifikasi nasional anggota-anggotanya. Selain itu, dengan berlakunya
hukum yang mengikat profesi jasa konstruksi antara lain :
1.
Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
2.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi;
3.
PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
4.
PP Nomor 30 Tahun 2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi;
5.
UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (yang PP-nya masih digodok);
6.
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah);
7.
UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang IPTEK;
8.
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
9.
Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (yang kemungkinan untuk tahun 2004 ini sedang
dibahas/belum ditandatangani presiden);
10.Peraturan
Menteri atau di bawahnya termasuk Peraturan Daerah (Perda) Setempat.
akan
membuat para profesional teknik lebih berhati-hati di dalam melaksanakan
pekerjaan profesinya, paling tidak bertanya kepada ahlinya, agar
kemungkinan-kemungkinan yang tidak
diinginkan
tidak terjadi.
1.2.
Permasalahan
Kebutuhan
akan pengetahuan ilmu hukum bagi para profesional teknik amat diperlukan dalam
menunjang pekerjaan profesi masing-masing, di samping karena kebutuhan tuntutan,
juga untuk mengantisipasi kemungkinan resiko hukum yang terjadi mengingat semakin
globalnya pengetahuan dan permasalahan dalam masyarakat. Ciri masyarakat modern
antara lain adalah kecenderungan terhadap pelayanan jasa secara praktis, cepat,
efisien dan efektif. Untuk mewujudkan hal ini, pelayanan kontrak yang sifatnya
standar (baku) atau standaarcontract telah dilakukan beberapa pelaku
bisnis jasa konstruksi. Sebagai contoh pada proyek pemerintah, sekitar tahun
1980-an hingga 1990-an, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melalui Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah Provinsi Dati I Jawa Timur, menerbitkan
standar kontrak di lingkungan pekerjaan keciptakaryaan yang isinya cukup
lengkap yang kini cenderung banyak yang diubah dan dikurangi oleh instansi di
bawahnya sehingga justru menjadi tidak jelas, sebagai akibat otonomi daerah
dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
1.3.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka penulisan ini bertujuan untuk mengadakan studi
tentang hal-hal sebagai berikut :
1.
Membahas permasalahan kontrak kerja khususnya kontrak kerja jasa konstruksi
terhadap pelanggaran terhadap azas kebebasan berkontrak para pihak.
2.
Membahas permasalahan kontrak kerja khususnya kontrak kerja jasa konstruksi
terhadap
adanya
penyalahgunaan keadaan ( misbruik van omstandigheden ) oleh para pihak
dengan
permasalahan
yang sering terjadi dalam praktek ( lapangan ).
1.4.
Pembatasan Masalah
Penulisan
ini hanya dibatasi pada kontrak kerja jasa konstruksi dalam negeri, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 18 Tahun 1999 jo PP Nomor 29 Tahun 2000,
baik antara pemerintah/swasta sebagai pihak pertama (pengguna jasa) dengan
konsultan atau kontraktor sebagai pihak kedua (penyedia jasa).
Nama : ANGGITA PRIHARTINI
NPM : 20211901
Kelas : 2EB08
Sumber : www.kppu.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar